Karena saking tidak tahannya, aku melemparkan tasku kearahnya dan lari pergi. Tindakkan ini cukup berani menurutku karena aku tidak tahu daerah ini.
Aku terus berlari sampai pada akhirnya sampai di sebuah lapangan sepak bola. Dilapangan itu terlihat laki laki yg sepertinya seumuran denganku sedang bermain sepak bola dengan anak anak kecil. Dibahu lapangan itu aku duduk sambil menggerutu..
“huh! Dasar laki laki egois! Aargh sakit…”
“hei! Kamu sedang apa disana ?!” kata laki laki yg tadi sedang bermain sepak bola.
“ eh anu.. aku hanya numpang istirahat, tak apakan? Tak mengganggu kalian kan?”
“ tentu saja tidak, silahkan istirahat… loh kakimu kenapa kok berdarah ?” tanyanya sambil melihat kakiku.
“ aaah ini lecet tadi aku berlari memakai high heels, nanti juga sembuh hehe” kataku malu.
“ sini aku obati, nanti keburu infeksi.” Kata orang itu sambil membawa kotak P3K.
“ aah tidak usah repot, ini taka pa kok.” Kataku menolak.
“sudah diam saja, aku tidak akan berlaku macam macam kok, percaya dan diamlah.”
Katanya sambil melepaskan sepatu dr kakiku, lalu lukaku di bersihkan dan diberi obat lalu di plester. Aku hanya diam saja diobati olehnya.
“ yap! Selesai.. bagaimana? Merasa baikkan kan?” tanyanya
“ iya nih, makasihya hmm siapa namamu?” tanyaku
“ panggil saja aku rio dan kamu?”
“ia makasihya rio..aku ratih”
“ tak usah sungkan tih, mau ikut kami main?” ajaknya
“ eh serius aku boleh main? “
“ tentu saja..” kata rio sambil menarik tanganku ke tengah lapangan.
Lalu dengan senang hati aku menempatkan diri diantara mereka. Permasalahanku dengan lutfi sejenak terlupakan kesalku berubah menjadi tawa. Aku heran dengan diriku, tidak biasanya aku cepat akrab dengan orang lain seperti ini. tapi dengan rio, kami seperti teman lama yg sudah lama tidak bertemu. Ditengah tengah kesenanganku tiba tiba terdengar suara ada yg jatuh.
BRUGH!!
“RIO?!” teriakku panic.
Saat aku menghampirinya dia sudah tak sadakan diri. Tidak lama kemudian ada perawat dari sebuah rumah sakit datang, aku baru sadar bahwa lapangan itu bagian dr rumah sakit tempat rio dibawa. Aku mengikuti perawat tersebut, ternyata memang rio pasien dr rumah sakit itu. Sudah cukup lama ia dirawat dan dia termasuk pasien yang harus dipantau perkembangannya secara itensif. Tidak lama kemudian dia sadar, dan saat melihatku ia tersenyum. Ia tidak mau aku berfikir yg tidak tidak tentang kesehatannya.
“jangan pasang tampang seperti itu ah, aku bukan orang yg divonis dlm waktu 24 jam akan meninggal aku juga bukan orang yg terkena penyakit parah. Kalau seseorang terkena penyakit parah bukankah akan mati bila bermain sepak bola seperti tadi? Jadi jangan pasang tampang seperti itu..”
Entah mengapa saat ia berkata demikian dadaku terasa sesak. Dalam matanya terbbesitharapan harapan yang seakan akan tak bias ia wujudkan. Saat melihat sekitar kamarnya ada sesuatu yg menarik.
“hei rio! Bukannya ini teropong bintang ya?” tanyaku.
“ hebatkan? Aku punya impian…” kata rio sambil menghampiriku yg sedang melihat lihat teropong bintang.
“ bisa meraih harapan dengan alat teropong bintang itu, kalau bisa melihat masa depan sendiri hebatkan?” katanya rio dengan mata yg berbinar binar. Sejenak aku merasa iri dengannya, ia dengan mudahnya menentukan apa yang ia inginkan untuk masa depannya.
“sini biar kutunjukkan sesuatu” ajaknya.
“wow ! apa itu benar permukaan bulan? Sulit dipercaya deh !” kataku kegirangan.
“ kalau cuacanya lebih bagus, datang ke sini ya . . . akan kutunjukkan cincin saturnus” ajak rio.
“sungguh..?!”
“ tentu saja , apa kau punya sebuah impian?” Tanya rio padaku. Tapi aku hanya tersenyum, tidak mampu mengungkapkan apa yang aku impikan. Karena aku tidak seperti dia, aku terlalu naïf untuk mengakui yang aku impikan.
“ rio aku pulang dulu ya, sudah larut aku takut ketinggalan bis terakhir. Kapan kapan aku datnag lagi bolehkan?” pamitku.
“ tentu saja, akan kutunggu kedatanganmu. Ayo aku antar sampai tempat pemberhentian bis” katanya.
“ tak usah, kau istirahat saja biar besok kalau aku datang kita bisa bermain bola lagi hahaha”
“ haha oke baiklah, akan aku tunggu.. hati haati ya tih”
“ oke , bye..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar